Sejarah Pandemi yang Mewabah di Seluruh Dunia
26 January 2021
Kebanyakan dari kita tidak bisa membayangkan hidup tanpa tisu toilet. Mari kita coba hitung, rata-rata orang Amerika saja menggunakan lebih dari 100 gulungan tisu yang artinya sekitar 21.000 lembar setiap tahunnya.
Tisu tidak hanya digunakan untuk mengelap kamar mandi, tetapi untuk membersihkan hidung, menyeka tumpahan, menghapus riasan, dan membersihkan bagian lain.
Tisu biasanya terbuat dari berbagai proporsi pulp kraft dan kertas saniter yang diputihkan dengan metode pemurnian stok untuk menjadikannya lembut dan menyerap cairan.
Baca Juga : Sejarah Terciptanya Alat Pelindung Diri atau APD
Kertas saniter selanjutnya dibedakan dari jenis kertas lain karena mudah dikerutkan. Cara ini menggunakan proses di mana kertas akan dikeringkan pada alat silinder kemudian dikikis dengan pisau logam. Proses ini dapat melembutkan kertas tetapi membuatnya cukup lemah, memungkinkannya hancur dalam air.
Kertas toilet bisa terdiri dari satu atau dua lapis, artinya satu atau dua lembar diletakkan saling membelakangi untuk membuatnya lebih kuat dan lebih menyerap. Warna, aroma, dan emboss pada tisu juga dapat ditambahkan, tetapi wewangian terkadang menimbulkan masalah bagi konsumen yang alergi terhadap parfum.
Perbedaan terbesar antara kertas toilet dan tisu wajah adalah dari jenis kertas yang digunakan. Tisu wajah dibuat langsung dari kayu yang terkelupas, sedangkan tisu toilet terbuat dari kertas daur ulang.
Sebelum kertas tersedia secara luas, berbagai bahan sudah digunakan untuk membersihkan kotoran.
Bangsa Romawi menggunakan tongkat berbentuk L (seperti tongkat hoki) yang terbuat dari kayu atau logam mulia untuk diletakkan di toilet umum. Mereka juga biasanya menambahkan spons seadanya pada tongkat tadi.
Di tempat yang beriklim lebih kering, manusia biasa menggunakan pasir, bubuk bata, atau tanah. Hingga akhir abad kesembilan belas, umat Islam disarankan menggunakan tiga batu untuk membersihkan kotoran sisa buang air besar.
Salah satu alat favorit untuk membersihkan kotoran adalah cangkang kerang, digunakan selama berabad-abad. Sampai awal abad ke-20, manusia mulai beralih ke batang jagung.
Baca Juga : Apa itu Kamper, Kegunaan, dan Bahayanya Bagi Manusia
Pada akhir abad ke-15, kertas mulai tersedia secara luas dan menggantikan bahan tradisional lainnya. Kadang-kadang manusia masih menggunakan metode yang sama untuk membersihkan kotoran seperti memakai kertas dari buku-buku lama, majalah, koran, dan katalog.
Orang-orang juga menggunakan kantong kertas bekas, amplop, dan potongan kertas bekas lainnya untuk dipotong-potong dan disambungkan ke tali yang disimpan di toilet mereka.
Kertas toilet adalah penemuan yang cukup modern, memulai eksistensinya sekitar tahun 1880 ketika dikembangkan oleh British Perforated Paper Company. Kertas toilet ini terbuat dari kertas yang lebih kasar dan dijual dalam bungkusan kotak.
Pada tahun 1890 di Amerika, Scott Paper Company membuat kertas toilet merek Waldorf yang tersedia dalam gulungan. Gulungan pertama ini tidak memiliki lubang, dan alat penyimpan tisunya mempunyai gerigi untuk memotong kertas sesuai kebutuhan.
Tisu toilet ini juga menjadi produk yang hampir “tidak boleh disebut” selama bertahun-tahun, dan konsumen sering kali malu untuk menanyakan nama atau bahkan terlihat membelinya.
Para pembeli biasanya hanya tinggal meminta “Two, please” dan petugas toko bisa langsung tahu apa yang mereka inginkan. Untuk menjaga kerahasiaan, tisu toilet dikemas dan dijual dalam pembungkus kertas cokelat.
Selama 120 tahun sejak diperkenalkan, tisu toilet hanya sedikit berubah, dengan tampilan sekarang yang berlubang, dan mungkin diberi wangi, tekstur timbul, atau bahkan diwarnai.
Beberapa produsen tisu toilet juga menambah jumlah lembaran pada gulungan, sehingga pembeli tidak perlu terus menerus mengganti gulungan.